Tuesday, December 1, 2015

peran filsafat hukum dalam pembentukan hukum di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Manusia memiliki sifat ingin tahu terhadap segala sesuatu, sesuatu yang diketahui manusia tersebut disebut pengetahuan. Pengetahuan dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu pengetahuan indera, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, pengetahuan agama. Istilah ”pengetahuan” (knowledge) tidak sama dengan ”ilmu pengetahuan” (science). Pengetahuan seorang manusia dapat berasal dari pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang memiliki obyek, metode, dan sistematika tertentu serta ilmu juga bersifat universal. Perkembangan ilmu yang banyak dan maju tidak berarti semua pertanyaan dapat dijawab, oleh sebab itu pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab tersebut menjadi porsi pekerjaan filsafat.
Berbicara mengenai filsafat, maka filsafat sering dipahami sebagai sebuah falsafah atau sebuah pandangan umum dan mendalam tentang hidup yang dijalani manusia. Dalam pemahaman yang demikian, filsafat ditangkap sebagai sesuatu yang abstrak.[1] Filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, filsafat hukum mempunyai fungsi yang strategis dalam pembentukan hukum di Indonesia.
Kaitannya dengan pembentukan hukum di Indonesia, setidaknya kita sadar bahwa hukum di bentuk karena pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit).[2]

2.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan ke dalam permasalahan, yaitu:
1.      Apa fungsi filsafat hokum?
2.      Bagaimanakah peran filsafat hukum dalam pembentukan hukum di Indonesia?






BAB II
PEMBAHASAN

1.      Fungsi Filsafat Hukum
Pada zaman yunani kuno hokum dipandang berkaitan dengan alam. Alam dikuasai oleh hokum yang biasanya disebut hokum alam. Demikan juga manusia yang termasuk alam itu. Dalam pandangan yang demikian, hukum berfungsi untuk mengatur hidup manusia supaya mengikuti peraturan yang sesuai dengan hakikatnya. Dalam abad pertengahan pandangan ini berubah, hukum tetap dipertahankan dalam fungsinya yang semula, yakni menciptakan peraturan-peraturan. Namun antara yang terwujud tidak di pandang agi sebagai suatu keharusan alamiah. Aturan hukum adalah aturan Allah Swt. Hukum berfungsi untuk menjamin suatu aturan hidup sebagaimana yang di kehendaki oleh pencipta manusia.
Dalam pandangan modern, pandangan terhadap hukum berubah lagi. Hukum dilihat sebagai ciptaan manusia sendiri, ia menentukan aturan dalam kehidupan nya. Latar belakang pandangan ini adalah kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas. Ia membangun kehidupannya, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan kelompok sesuai dengan kebutuhan dan cita-citanya. Fungsi hukum dalam pandangan ini ialah mewujudkan suatu kehidupan bersama yang teratur sehingga dapat menunjang perkembangan pribadi setiap manusia.[3]   

2.      Peran Filsafat Hukum Dalam Pembentukan Hukum Di Indonesia
Salah satu tuntutan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam era reformasi sekarang ini adalah reformasi hukum menuju terwujudnya supremasi sistem hukum di bawah sistem konstitusi yang berfungsi sebagai acuan dasar yang efektif dalam proses penyelenggaraan negara dan kehidupan nasional sehari-hari. Dalam upaya mewujudkan sistem hukum yang efektif itu, penataan kembali kelembagaan hukum, didukung oleh kualitas sumber daya manusia dan kultur dan kesadaran hukum masyarakat yang terus meningkat, seiring dengan pembaruan materi hukum yang terstruktur secara harmonis, dan terus menerus diperbarui sesuai dengan tuntutan perkembangan kebutuhan.
Dalam upaya pembaruan hukum tersebut, penataan kembali susunan hirarkis peraturan perundang-undangan kiranya memang sudah sangat tepat. Di samping itu, era Orde Baru yang semula berusaha memurnikan kembali falsafah Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 dengan menata kembali sumber tertib hukum dan tata-urut peraturan perundang-undangan, dalam prakteknya selama 32 tahun belum berhasil membangun susunan perundang-undangan yang dapat dijadikan acuan bagi upaya memantapkan sistem perundang-undangan di masa depan. Lebih-lebih dalam prakteknya, masih banyak produk peraturan yang tumpang tindih dan tidak mengikuti sistem yang baku.
Sementara itu, setelah lebih dari 50 tahun Indonesia merdeka, sangat dirasakan adanya kebutuhan untuk mengadakan perubahan terhadap pasal-pasal dalam UUD 1945 yang banyak pihak menilai ada pasal yang tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Ditambah lagi dengan munculnya kebutuhan untuk mewadahi perkembangan otonomi daerah di masa depan yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya dinamika hukum adat di desa-desa yang cenderung diabaikan atau malah sebaliknya dikesampingkan dalam setiap upaya pembangunan hukum selama lebihdari 50 tahun terakhir.
Didalam Pasal 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 telah disebutkan bahwa Pancasila adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia.[4] Mengingat falsafah Pancasila adalah merupakan ruh perjuangan dari para pejuang bangsa, yang merupakan alat pemersatu, dari yang sebelumnya terkotak-kotak oleh daerah, ras, suku, agama, golongan, dan lain sebagainya. Mengingat masyarakat Indonesia sangat heterogen, maka dengan kembali pada Pancasila, cita-cita luhur para pejuang untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur sejahtera dimungkinkan dapat tercapai. Dilihat dari materinya Pancasila digali dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Dasar negara Pancasila terbuat dari materi atau bahan dalam negeri yang merupakan asli murni dan menjadi kebanggaan bangsa, tidak merupakan produk impor dari luar negeri, meskipun mungkin saja mendapat pengaruh dari luar negeri.[5]
  Pancasila merupakan Grundnorm atau sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, rumusan Pancasila ini dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka dapat dikatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah filsafat hukum Indonesia, maka Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan UUD 1945 adalah teori hukumnya, dikatakan demikian karena dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu akan ditemukan landasan hukum positif Indonesia. Teori Hukum tersebut meletakkan dasar-dasar falsafati hukum positif kita[13]. Didalam Pasal 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 telah disebutkan bahwa Pancasila adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia. Mengingat falsafah Pancasila adalah merupakan ruh perjuangan dari para pejuang bangsa, yang merupakan alat pemersatu, dari yang sebelumnya terkotak-kotak oleh daerah, ras, suku, agama, golongan, dan lain sebagainya. Mengingat masyarakat Indonesia sangat heterogen, maka dengan kembali pada Pancasila, cita-cita luhur para pejuang untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur sejahtera dimungkinkan dapat tercapai. Dilihat dari materinya Pancasila digali dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Dasar negara Pancasila terbuat dari materi atau bahan dalam negeri yang merupakan asli murni dan menjadi kebanggaan bangsa, tidak merupakan produk impor dari luar negeri, meskipun mungkin saja mendapat pengaruh dari luar negeri.
  Pancasila merupakan Grundnorm atau sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, rumusan Pancasila ini dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka dapat dikatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah filsafat hukum Indonesia, maka Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan UUD 1945 adalah teori hukumnya, dikatakan demikian karena dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu akan ditemukan landasan hukum positif Indonesia. Teori Hukum tersebut meletakkan dasar-dasar falsafati hukum positif kita[.

Negara di dunia yang menganut paham negara teokrasi menganggap sumber dari segala sumber hukum adahal ajaran-ajaran Tuhan yang berwujud wahyu, yang terhimpun dalam kitab-kitab suci atau yang serupa denga itu, kemudian untuk negara yang menganut paham negara kekuasaan (rechstaat) yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah kekuasaan. Lain halnya dengan negara yang menganut paham kedaulatan rakyat, yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah kedaulatan rakyat, dan Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat dari Pancasila. Akan tetapi berbeda dengan konsep kedaulatan rakyat oleh Hobbes (yang mengarah pada ke absolutisme) dan John Locke (yang mengarah pada demokrasi parlementer).
Rumusan Pancasila yang dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia yang merupakan produk filsafat hukum negara Indonesia. Pancasila ini muncul diilhami dari banyaknya suku, ras, kemudian latar belakang, serta perbedaan ideologi dalam masyarakat yang majemuk, untuk itu muncullah filsafat hukum untuk menyatukan masyarakat Indonesia dalam satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa, dan prinsip kekeluargaan, walau tindak lanjut hukum-hukum yang tercipta sering terjadi hibrida (percampuran), terutama dari hukum Islam, hukum adat, dan hukum barat (civil law/khususnya negara Belanda).
Hukum Islam sering dijadikan dasar filsafat hukum sebagai rujukan mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim, contoh konkrit dari hukum Islam yang masuk dalam konstitusi Indonesia melalui produk filsafat hukum adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Didalamnya terdapat pasal tentang bolehnya poligami bagi laki-laki yaitu dalam Pasal 3 ayat 1, Pasal 4 ayat 1,2, dan Pasal 5 ayat 1 dan 2, walau banyak pihak yang protes pada pasal kebolehan poligami tersebut.
Namun di sisi lain tidak sedikit pula yang mempertahankan pasal serta isi dari Undang-Undang Perkawinan tersebut. DPR adalah lembaga yang berjuang mengesahkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang diundangkan pada tanggal 2 Januari tahun 1974, dan sampai sekarang masih berlaku tanpa adanya perubahan, ini bukti nyata dari perkembangan filsafat hukum yang muncul dari kebutuhan masyarakat perihal penuangan hukum secara konstitusi kenegaraan, yang mayoritas masyarakat Indonesia adalah agama Islam, yang menganggap ayat-ayat ahkam dalam kitab suci Al-Qur’an adalah mutlak untuk diikuti dalam hukum.
Hukum adat juga sedikit banyak masuk dalam konstitusi negara Indonesia, contoh adanya Undang-undang Agraria, kemudian munculnya Undang-undang Otonomi daerah, yang pada intinya memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang sangat heterogen. Maka dengan filsafat hukum yang dikembangkan melalui ide dasar Pancasila akan dapat mengakomodir berbagai kepentingan, berbagai suku, serta menyatukan perbedaan ideologi dalam masyarakat yang sangat beraneka ragam, dengan demikian masyarakat Indonesia akan tetap dalam koridor satu nusa, satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa, yang menjunjung nilai-nilai luhur Pancasila.















Daftar Pustaka


Ali, Zainuddin. 2006. Filsafat Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manulang. 2008. Pengantar ke Filsafat Hukum. Jakarta:              Kencana.
Darji Darmodiharjo dan Arief Sidharta. 1995. Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana
            Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.





[1] Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, (Kencana, Jakarta, 2008), hal 3.
[2] Darji  Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cet, VI Mei 2006), hal 154.
[3] Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, (Sinar Grafika :Jakarta, 2006), Hal 25.
[4]Undang-Undang  No. 12 Tahun 2011 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang diundangkan pada tanggal 12 Agustus 2011.
[5] Ibid, hal 229.

No comments:

Post a Comment

bercomentar baik pasti di tanggapi baik pula

Makalah Sumber Hukum NU

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di Indonesia, pelaksanaan hukum Islam diwakili oleh beberapa institusi. Majlis Ul...